Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling

Minggu, 09 Desember 2012

PRINSIP – PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING


PENDAHULUAN

Manusia adalah mahluk filosofis, artinya manusia mempunyai pengetahuan dan berpikir, manusia juga memiliki sifat yang unik, berbeda dengan mahluk lain dalam pekembanganya. Implikasi dari kergaman ini ialah bahwa individu memiliki kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih dan megembangkan diri sesuai dengan keunikan ataua tiap – tiap pontensi tanpa menimbulkan konflik dengan lingkungannya. Dari sisi keunikan dan keragaman individu, maka diperlukanlah bimbingan untuk membantu setiap individu mencapai perkembangan yang sehat didalam lingkungannya ( Nur Ihsan, 2006 : 1)

Pada dasarnya bimbingan dan konseling juga merupakan upaya bantuan untuk menunjukan perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok maupun idividu sesuia dengan hakekat kemanusiannya dengan berbagai potensi, kelebihan dan kekurangan, kelemahan serta permaslahanya.

Adapun dalam dunia pendidikan, bimbingan dan konseling juga sangat dipelukan karena dengan adanya bimbingan dan konseling dapat mengantarkan peserta didik pada pencapai Standar dan kemampuan profesional dan Akademis, serta perkembangan dini yang sehat dan produktif dan didalam bimbinganya dan konseling selian ada pelayanan juga ada Prinsip – prinsipnya.

Prinsip bimbingan dan konseling menguraikan tentang pokok – pokok dasar pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang harus di ikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan dapat juga dijadikan sebagai seperangkat landasan praktis atau aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Prayitno mengatakan bahwa prinsip merupakan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Jadi dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip–prinsip bimbingan dan konseling merupakan pemaduan hasil–hasil teori dan praktik yang dirumuskan dan dijadikan pedoman sekaligus dasar bagi penyelenggaraan pelayanan.
Dalam memberikan layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yang akan diuraikan dalam penjelasan berikutnya.
PEMBAHASAN
PRINSIP – PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING

A.    Pengertian Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
Prinsip yang berasal dari asal kata ” prinsipra” yang artinya permulaan dengan satu cara tertentu melahirkan hal –hal lain, yang keberadaanya tergantung dari pemula itu, prinsip ini merupakam hasil perpaduan antara kajian teoritik dan teori lapangan yang terarah yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan yang dimaksudkan.( Halaen,2002,: 63 )[1]

Prinsip bimbingan dan Konseling menguraikan tentang pokok-pokok dasar pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang harus di ikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan dapat juga dijadikan sebagai seperangkat landassan praktis atau aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Prayitno mengatakan : ”Bahwa prinsip merupakan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu, maksudnya adalah “prinsip – prinsip bimbingan dan konseling merupakan pemaduan dari hasil-hasil teori dan praktek yang dirumuskan dan dijadikan pedoman sekaligus dasar bagi peyelengaran pelayanan.

B.     Prinsip – Prinsip Bimbingan Dan Konseling

Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip yang digunakan bersumber dari kajian filosofis hasil dari penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi dan proses, penyelenggaraan bimbingan dan konseling.

Ada beberapa prinsip pelaksanaan bimbingan dan konseling diantaranya :

a.       Bimbingan adalah suatu proses membantu individu agar mereka dapat membantu dirinya sendiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
b.      Hendaknya bimbingan bertitik tolak (berfokus) pada individu yang dibimbing
c.       Bimbingan diarahkan pada individu dan tiap individu memiliki karakteristik tersendiri.
d.      Masalah yang dapat diselesaikan oleh tim pembimbing di lingkungan lembaga hendaknya diserahkan kepada ahli atau lembaga yang berwenang menyelesaikannya.
e.       Bimbingan dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang akan dibimbing.
f.       Bimbingan harus luwes dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat.
g.      Program bimbingan di lingkungan lembaga pendidikan tertentu harus sesuai dengan program pendidikan pada lembaga yang bersangkutan.
h.      Hendaknya pelaksanaan program bimbingan dikelola oleh orang yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan, dapat bekerja sama dan menggunakan sumber-sumber yang relevan yang berada di dalam ataupun di luar lembaga penyelenggara pendidikan.
i.        Hendaknya melaksanakan program bimbingan di evaluasi untuk mengetahui hasil dan pelaksanaan program (Nur Ihsan, 2006 : 9)

Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya ialah berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, penyelenggaraan pelayanan.

Diantara prinsip-prinsip tersebut adalah :

1. Prinsip-Prinsip Berkenaan Dengan Sasaran Pelayanan.

Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu baik secara perorangan maupun kelompok yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah perkembangan dan perkehidupan individu, namun secara lebih nyata dan langsung adalah sikap dan tingkah lakunya yang dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian dan kondisi sendiri, serta kondisi lingkungannya, sikap dan tingkah laku dalam perkembangan dan kehidupannya. prinsip-prinsip bimbingan dan konseling sebagai berikut :
a.       BK melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial ekonomi.
b.      BK berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis.
c.       BK memperhatikan sepenuhnya tahap-tahap dan berbagai apek perkembangan individu.
d.      BK memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanannya.[2]
e.       Bimbingan dan konseling menekankan hal yang positif dalam kenyataan masih ada individu yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan dan konseling, karena BK dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi.
Sangat berbeda jauh dengan pandangan tersebut, BK sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karna BK merupakan cara untuk membangun pandangan positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan dan peluang untuk berkembang.[3]

2. Prinsip-Prinsip Berkenaan Dengan Masalah Individu.

Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu tidaklah selalu positif, namun faktor-faktor negatif pasti ada yang berpengaruh dan dapat menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu yang berupa masalah. Pelayanan BK hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas yang berkenaan dengan :

BK berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental atau fisik individu terhadap penyesuaian dirinya dirumah, disekolah serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.

Kesenjangan sosial, ekonomi dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada invidu yang kesemuanya menjadi perhatian utama pelayanan BK.

3. Prinsip-Prinsip Berkenaan Dengan Program Pelayanan.

Adapun prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pelayanan layanan BK itu adalah sebgaai berikut :
a.       BK merupakan bagian integrasi dari proses pendidikan dan pengembangan, oleh karena itu BK harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik.
b.      Program BK harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat dan kondisi lembaga.
c.       Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan terendah sampai tertinggi.

4. Prinsip-Prinsip Berkenaan Dengan Pelaksanaan Pelayanan

Pelaksanaan pelayanan BK baik yang bersifat insidental maupun terprogram, dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan, dan tujuan ini akan diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya, yaitu konselor profesional.

Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal tersebut adalah :

a.       BK harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalm menghadapi permasalahannya.
b.      Dalam proses BK keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri bukan karena kemauan atau desakan dari pihak lain.
c.       Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
d.      Kerja sama antara guru pembimbing, guru-guru lain dan orang tua anak amat menentukan hasil pelayanan bimbingan.
e.       Pengembangan program pelayanan BK ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses pelayanan dan program bimbingan dan konseling itu sendiri (Hanen, 2002).[4]

5. Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling disekolah

Sekolah merupakan lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur, sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi. Pelayanan BK secara resmi memang ada disekolah, tetapi keberadaannya belum seperti dikehendaki. Dalam kaitan ini Belkin (dalam Prayitno 1994) menegaskan enam prinsip untuk menumbuh kembangkan pelayanan BK disekolah.

KESIMPULAN

Prinsip-prinsip BK merupakan pemanduan hasil-hasil teori dan praktek yang dirumuskan dan dijadikan pedoman dan dasar bagi penyelenggaraan pelayanan.
1.      Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan :
a.       Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur jenis kelamin, suku, agama dan status sosial ekonomi.
b.      Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu dan memperhatikan tahap-tahap atau berbagai aspek perkembangan individu, serta memberikan perhatian utama kepada perbedaan invidual yang menjadi orientasi pokok pelayanan.
2.       Prinsip yang berkenaan dengan permasalahan individu
a.       Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental atau fisus individu terhadap penyesuaian dirinya dirumah maupun disekolah, dan yang menjadi faktor timbulnya masalah pada individu adalah kesenjangan sosial, ekonomi dan kebudayaan.
3.      Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan
a.       Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari upaya pendidikan dan pengembangan individu;
b.      Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dngan kebutuhan individu, masyarakat dan kondisi lembaga serta disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan terendah sampai tertinggi.
4.      Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan pelaksanaan pelayanan
a.       Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan invidu sehingga keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri.
b.      Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
Prinsip BK disekolah menegaskan bahwa penegakan dan penumbuh kembangan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah hanya dilakukan oleh konselor profesional memiliki komitmen dan keterampilan untuk membantu siswa dengan segenap variasinya disekolah, dan mampu bekerja sama serta membina hubungan yang harmonis-dinamis dengan kepala sekolah.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Anas Salahuddin,Bimbingan dan Konseling. 2010 .Bandung:Pustaka Setia.
2.      Hallen, Bimbingan dan Konseling.
3.      Abu Bakar M Luddin, Dasar-Dasar Konseling(Bandung, Cita Pustaka Media Perintis 2010).


[1] Anas Salahuddin,Bimbingan dan Konseling.(Bandung:Pustaka Setia, 2010) hal.43
[2] Hallen, Bimbingan dan Konseling. Hal 64
[3] Abu Bakar M Luddin, Dasar-Dasar Konseling(Bandung, Cita Pustaka Media Perintis 2010). Hal 33

Masase Olahraga

Selasa, 30 Oktober 2012



MASASE DAN PRESTASI ATLET

PENDAHULUAN
Pada era kompetisi olahraga yang semakin ketat, perlu diadakan upaya optimalisasi prestasi atlet. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain berupa intervensi gizi, pemutakhiran teknik latihan, manajemen fase recovery dan optimalisasi strategi kompetisi (Martin et al. 1998: 30). Dewasa ini masase sebelum pertandingan (pre-event), pada pertandingan (intra-event) dan sesudah pertandingan (post-event) semakin dikembangkan untuk mengoptimalkan performa fisiologis, biologis maupun psikologis atlet (Goats 1994: 149).
Masase dalam hal ini merupakan manipulasi dari struktur jaringan lunak yang dapat menenangkan serta mengurangi stress psikologis dengan meningkatkan hormone morphin endogen seperti endorphin, enkefalin dan dinorfin sekaligus menurunkan kadar stress hormon seperti hormon cortisol, norepinephrine dan dopamine (Best et al. 2008: 446). Secara fisiologis, masase terbukti dapat menurunkan denyut jantung, meningkatkan tekanan darah, meningkatkan sirkulasi darah dan limfe, mengurangi ketegangan otot, meningkatkan jangkauan gerak sendi serta mengurangi nyeri (Callaghan 1993: 28). Manfaat fisiologis tersebut telah banyak digunakan atlet baik untuk mendukung performa fisik maupun untuk tujuan lain seperti pencegahan, terapi dan rehabilitasi cedera maupun dampak negatif dari olahraga. Artikel ini meninjau efek fisiologis masase, tujuan penggunaan masase sebelum pertandingan (pre-event), pada pertandingan (intra-event) dan sesudah pertandingan (post-event) beserta teknik teknik massage yang dapat memenuhi tujuan tersebut.

EFEK FISIOLOGIS MASASE
1.      Membantu mengurangi pembengkakan pada fase kronis lewat mekanisme  eningkatan aliran darah dan limfe.
2.      Mengurangi persepsi nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri (gate control) serta peningkatkan hormon morphin endogen
3.      Meningkatkan relaksasi otot sehingga mengurangi ketegangan/spasme atau kram otot.
4.      Meningkatkan jangkauan gerak, kekuatan, koordinasi, keseimbangan dan fungsi otot sehingga dapat meningkatkan performa fisik atlet sekaligus mengurangi resiko terjadinya cedera pada atlet.
5.      Berpotensi untuk mengurangi waktu pemulihan dengan jalan meningkatkan supply oksigen dan nutrient serta meningkatkan eliminasi sisa metabolism tubuh karena terjadi peningkatan aliran darah.

TEKNIK MASSASE DAN PENGGUNAANNYA PADA ATLET (PERTANDINGAN)
Masase merupakan teknik manipulasi jaringan lunak melalui tekanan dan gerakan. Teknik ini dapat dilakukan pada seluruh tubuh maupun pada bagian tertentu (contoh punggung, kaki dan tangan). Masase dengan teknik Swedia memiliki aplikasi pokok berupa teknik gerakan seperti effleurage, petrissage, vibration, dan tapotement. Callaghan (1993:28) menguraikan beberapa pengertian serta teknik dasar aplikasi masase tersebut sebagai berikut:
1. Effeurage
Eufleurage (menggosok), adalah gerakan ringan berirama yang dilakukan pada seluruh permukaan tubuh. Effleurage menggunakan seluruh permukaan telapak tangan dan jari-jari untuk menggosok daerah tubuh tertentu. Tujuan aplikasi ini adalah memperlancar peredaran darah dan cairan getah bening (limfe).
2. Friction
Friction (menggerus) adalah gerakan menggerus yang arahnya naik dan turun secara bebas. Friction (menggunakan ujung jari atau ibu jari dengan menggeruskan melingkar seperti spiral pada bagian otot tertentu. Tujuannya adalah membantu menghancurkan myloglosis, yaitu timbunan sisa-sisa pembakaran energi (asam laktat) yang terdapat pada otot yang menyebabkan pengerasan pada otot.
3. Petrissage
Petrissage merupakan manipulasi yang terdiri dari perasan, tekanan, atau pengangkatan otot dan jaringan dalam. Efek petrissage dapat mempengaruhi saraf motorik. Efek petrissage sangat berguna pada saat terjadi kelelahan otot. Petrissage (memijat) yaitu dilakukan dengan memeras atau memijat otot-otot serta jaringan penunjangnya, dengan gerakan menekan otot kebawah dan kemudian meremasnya, yaitu dengan jalan mengangkat seolah-olah menjebol otot keatas. Tujuan dari petrissage yaitu untuk mendorong aliran darah kembali kejantung dan mendorongkeluar sisa-sisa pembakaran.
4.Tapotement
Tapotement merupakan gerakan pukulan ringan berirama yang dibarikan pada bagian yang berdaging. Tujuannya adalah mendorong atau mempercepat aliran darah dan mendorong keluar sisa-sisa pembakaran dari tempat persembunyiannya. Tapotement (memukul) yaitu dengan kepalan tangan, jari lurus, setengah lurus atau dengan telapak tangan yang mencekung, dengan dipukulkan ke bagian otot-otot besar seperti otot punggung. Tujuannya yaitu untuk merangsang serabut saraf tepi dan merangsang organ-organ tubuh bagian dalam.
5. Vibration
Vibration (menggetarkan), yaitu gerakan menggetarkan yang dilakukan secara manual juga mekanik. Tujuannya adalah untuk merangsang saraf secara halus dan lembut agar mengurangi atau melemahkan rangsang yang berlebihan pada saraf yang dapat menimbulkan ketegangan. Vibration (menggetar) yaitu manipulasi dengan menggunakan telapak tangan atau jari-jari, getaran yang dihasilkan dari kontraksi isometri dari otot-otot lengan bawah dan lengan atas, yaitu kontraksi tanpa pemendekan atau pengerutan serabut otot. Tujuan vibration yaitu untuk merangsangi saraf secara halus dan lembut, dengan maksud untuk menenangkan saraf.

Masase pada atlet bertujuan untuk mempersiapkan fisik maupun mental atlet sebelum mengikuti pertandingan, memaksimalkan potensi prestasi atlet, mempercepat proses pemulihan (recovery) serta mengurangi resiko terjadinya cedera maupun gangguan lain akibat aktivitas fisik dengan intensitas tinggi (Cafarelli et al. 1992: 8).
Manipulasi masase ditujukan untuk mendiagnosis ada tidaknya gangguan fisik sebelum atau sesudah pertandingan, memperbaiki gangguan fisik yang terjadi, memobilisasi dan memberbaiki tonus otot, mencetuskan relaksasi, menstimulasi sirkulasi untuk mempercepat proses pemulihan (Martin et al. 1998: 30). Dalam hal ini masseur harus mengenal otot-otot yang paling terdampak pada aktivitas olahraga tertentu serta bagaimana responnya terhadap berbagai jenis teknik masase. Pada pelaksanananya sports masase mengakomodasikan teknik Swedia dengan beberapa aplikasi spesifik seperti: effleurage, petrissage, vibration, dan tapotement.
Masase Sebelum Pertandingan
Masase sebelum pertandingan (pre-event massage) merupakan jenis masase yang digunakan sebagai pelengkap dari kegiatan pemanasan atlet untuk meningkatkan sirkulasi peredaran darah dan limfe serta untuk mengurangi ketegangan otot sebelum bertanding. Masase jenis ini dilakukan beberapa saat sebelum kompetisi (Hemmings 2001: 165).
Masase sebelum pertandingan dilakukan idealnya dilakukan selama 10-15 menit. Masase dengan intensitas ringan dan jangka waktu terlalu lama justru akan menurunkan kemampuan kontraksi otot. Jenis manipulasi yang digunakan biasanya adalah teknik Swedia (petrissage, vibration atau percussion), compression, jostling, strokes dan frictions (Goats 1994: 149). Dari teknik ini eufleurage cepat dilakukan untuk menstimulasi dan menghangatkan otot serta petrisase untuk melancarkan kerja otot dan mengurangi ketegangan otot. Eufleurage pada umumnya bersifat relaksatif  akan tetapi apabila dilakukan dengan cepat dapat bersifat stimulatif. Gerakan ini kemudian dilanjutkan dengan percussion dan cupping untuk menstimulasi kontraksi otot (Best et al. 2008: 446). Pada jenis olahraga tertentu jenis deep massage merupakan jenis yang dikontraindikasikan mengingat teknik masase ini memicu
fleksibilitas sehingga dapat mengurangi kecepatan dan kekuatan. Bagian tubuh yang dimasase bervariasi tergantung dengan jenis olahraga walaupun pada umumnya target utama masase adalah kaki dan punggung. Masase pre-event dilakukan sebelum dilakukan pemanasan sehingga efek fisiologis pemanasan dapat terjadi secara maksimal. Hemming (2000:109) mengemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan pada masase sebelum pertandingan adalah sebagai berikut :
1.      Gunakan teknik masase sesuai dengan tujuan kompetisi.
2.      Masase ditujukan untuk menimbulkan hyperimia jangka panjang.
3.      Masase diawali dengan intensitas ringan kemudian secara bertahap ditingkatkan tekanan dan kecepatannya.
4.      Masseur tidak diperkenankan untuk memeberikan komentar negatif kepada atlet untuk mencegah turunnya mental atlet.
5.      Apabila ditemukan terjadi cedera, kekakuan otot yang sangat, hal ini sebaiknya dikemukanan terlebih dulu pada pelatih untuk ditindaklanjuti oleh pelatih
6.      Waktu masase memeperhitungkan waktu terjadinya kompetisi, sebagai contoh bila kompetisi akan dimulai dalam 30 menit, masase dilakuakan secara singkat (5-10 menit) sehingga masih terdapat waktu untuk pemanasan.
7.      Pada olahraga endurance, teknik masase ditujukan untuk fleksibilitas.
8.      Pada olahraga dengan kebutuhan kekuatan, target masase adalah otot spesifik yang dipakai dalam pertandingan.

Masase Pada Pertandingan
Masase dalam pertandingan dilakukan diantara event olahraga yang dilakukan secara berturut-turut pada durasi waktu yang pendek (inter–workout-recovery) seperti pada kompetisi renang, tennis, lari, futsal dan sebagainya (Best et al. 2008: 446).
Pada keadaan ini, masseur mengidentifikasi tempat terjadinya ketegangan otot maupun gangguan lainnya yang terjadi selam kompetisi. Pada keadaan ini dilakukan eufleurage dan petrissage untuk memperbaiki ketegangan otot. Stroking dapat pula dilakukan untuk meningkatkan peredaran darah. Pada keadaan ini sisa metabolism dapat lebih cepat tereliminasi. Walaupun demikian stroking yang dilakukan tidak boleh terlalu dalam karena dalam jangka pendek justru dapat mengganggu peredaran darah. Pada keadaan ini masseur juga sekaligus mendiagnosis apabila terjadi gangguan cedera (Hemmings 2001: 165). Pada dasarnya perlu dilakukan berbagai jenis teknik masase untuk meningkatkan proses pemulihan, meningkatkan potensi stabilitas kapasitas aerobik dan anaerobik serta mengurangi resiko cedera (Cafarelli et al. 1992: 8).
Masase intra-event akan membantu meningkatkan fleksibilitas dan biasanya dilakukan pada waktu jeda antar set pertandingan. Proses ini penting untuk mencegah terjadinya cedera akibat keteganagn otot. Masase jenis ini hanya dilakukan selama 10 menit dan dikerjakan pada area otot yang banyak dipergunakan oleh atlet (Cafarelli et al. 1992: 8).

Masase Sesudah Pertandingan
Masase sesudah pertandingan dilakukan beberapa saat setelah pertandingan dengan tujuan mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan pembuangan sisa metabolisme yang terjadi setelah kerja fisik dengan intensitas tinggi. Selain itu dilakukan juga upaya untuk mengurangi nyeri paska latihan yang terjadi segera maupun beberapa saat setelah kerja fisik, memelihara jangkauan sendi dan meningkatkan peredaran darah dan limfe pada otot yang mengalami ketegangan (Hemmings et al. 2000: 109).
Penelitian membuktikan bahwa penggunaan masase setelah pertandingan mengurangi waktu pemulihan dan secara bermakna dapat mencegah nyeri setelah pertandingan (DOMS: delayed onset of muscle soreness) (Hilbert et al. 2003: 72).
Masase setelah pertandingan dilakukan setelah dilakukan fase pendinginginan dan stretching. Manfaat dari masase post-event membantu mempercepat pemulihan otot untuk dapat kembali pada keadaan rileks dan istirahat. Masase pada keadaan ini terjadi peningkatan balikan darah vena (venous return) sehingga dapat meningkatkan proses pembersihan sisa metabolisme. Pada keadaan ini, masseur juga dapat mengidentifikasi adanya titik-titik nyeri yang timbul akibat kerja dengan intensitas tinggi. Masase setelah pertandingan biasanya dilakukan sekitar 10 sampai 15 menit. Moraska (1995:370) merekomendasikan beberapa jenis teknik yang dilakukan sebagai berikut:
1.      Effleurage untuk menenangkan sistem saraf
2.      Compression untuk mengembalikan serabut otot pada posisinya serta meningkatkan sirkulasi darah dan limfe.
3.      Petrissage untuk mengurangi kekakuan otot.
4.      Stroking yang diakhiri effleurage kompresif untuk meringankan rasa nyeri.
Selama dilakukan masase, masseur perlu mengidentifikasi adanya luka, memar, gejala strain ataupun sprain supaya dapat dilakukan penanganan secara dini. Masase dilakukan 1 sampai 2 jam setelah latihan agar pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) yang terjadi setelah latihan dapat normal kembali. Masase setelah pertandingan dilakukan secara ringan dengan intensitas ringan untuk menghindari perburukan cedera yang terjadi (Martin et al. 1998: 30).

TUJUAN UTAMA MASASE
sesudah pertandingan adalah meningkatkan pembuangan sisa metabolisme dan mengurangi pembengkakan. Eufleurage ringan akan mengurangi pembengkakan sedangkan petrissage akan membantu menghilangkan toksin dan mengurangi ketegangan otot. Pada prinsipnya masase setelah pertandingan adalah mempercepat kembalinya fungsi homeostasis, mengatasi keteganngan otot, kram dan inflamasi (Callaghan 1993: 28).

PENUTUP DAN KESIMPULAN
Optimalisasi kerja atlet dapat dilakukan pada berbagai aspek antara lain, pelatihan kondisi fisik maupun mental, intervensi nutrisi, strategi kompetisi, manajemen recovery dan pengembangan metode talent scouting. Dewasa ini masase sebelum pertandingan (pre-event), pada pertandingan (intra-event) dan sesudah pertandingan (post-event) semakin dikembangkan untuk mengoptimalkan performa fisiologis, biologis maupun psikologis atlet. Masase pada atlet bertujuan untuk mempersiapkan fisik maupun mental atlet sebelum mengikuti pertandingan, memaksimalkan potensi prestasi atlet, mempercepat proses pemulihan (recovery) serta mengurangi resiko terjadinya cedera maupun gangguan lain akibat aktivitas fisik dengan intensitas tinggi. Masase pada atlet dilakuan sebelum pertandingan (pre-event), pada saat pertandingan (intra-event) dan sesudah pertandingan (post-event). Masase sebelum pertandingan memiliki tujuan pokok untuk mengoptimalkan performa fisik atlet. Masase pada saat pertandingan dilakukan untuk meningkatkan stabilitas performa fisik atlet sedangkan masase sesudah pertandingan berfungsi untuk mempercepat proses pemulihan. Pada pelaksanananya masase dalam pertandingan mengakomodasikan teknik masase Swedia seperti : effleurage, petrissage, vibration, dan tapotement. Pemilihan jenis teknik manipulasi yang dilakuakn harus disesuaikan dengan tujuan masase. Pada akhirnya, penggunaan teknik masase yang tepat akan dapat memberikan kontribusi bagi upaya peningkatan prestasi olahraga atlet.

 

DAFTAR PUSTAKA
Best, T. M., R. Hunter, A. Wilcox and F. Haq (2008). Effectiveness of sports massage
for recovery of skeletal muscle from strenuous exercise. Clinical Journal of
Sport Medicine 18(5): 446.
Cafarelli, E. and F. Flint (1992). The role of massage in preparation for and recovery
from exercise. Sports Med 14(1): 8.
Callaghan, M. J. (1993). The role of massage in the management of the athlete: a
review. British Medical Journal 27(1): 28.
Goats, G. C. (1994). Massage--the scientific basis of an ancient art: Part 1. The
techniques. British Journal of Sports Medicine 28(3): 149.
Hemmings, B., M. Smith, J. Graydon and R. Dyson (2000). Effects of massage on
physiological restoration, perceived recovery, and repeated sports
performance. British Journal of Sports Medicine 34(2): 109.
Hemmings, B. J. (2001). Physiological, psychological and performance effects of
massage therapy in sport: a review of the literature* 1. Physical Therapy in
Sport 2(4): 165.
Hilbert, J. E., G. A. Sforzo and T. Swensen (2003). The effects of massage on delayed
onset muscle soreness. British Journal of Sports Medicine 37(1): 72.
Martin, N. A., R. F. Zoeller, R. J. Robertson and S. M. Lephart (1998). The
comparative effects of sports massage, active recovery, and rest in promoting
blood lactate clearance after supramaximal leg exercise. Journal of Athletic
Training 33(1): 30.
Moraska, A. (2005). Sports massage. The Journal of sports medicine and physical
fitness 45: 370.